KOTA BHARU 19 Jun - Seorang mekanik dan anak perempuannya mengaku bersalah di Mahkamah Tinggi Syariah di sini hari ini, kerana bersekedudukan selama tujuh tahun sehingga melahirkan tiga anak.
Si bapa, 45, dan anaknya, 25, ditahan oleh sekumpulan pegawai Jabatan Hal Ehwal Agama Islam Kelantan (JHEAIK) pada pukul 1.30 pagi ini di sebuah rumah di Wakaf Bharu, Tumpat.
Kedua-duanya juga mengaku melakukan kesalahan itu sejak 2004 sehingga mendapat tiga anak iaitu dua lelaki masing-masing berusia enam dan lima tahun serta seorang perempuan berusia tiga tahun.
Hakim Syarie, Abu Bakar Abdullah Kutty menjatuhkan hukuman denda RM2,500 dan penjara setahun enam bulan ke atas si bapa manakala anaknya didenda RM2,000 atau penjara enam bulan jika gagal membayarnya.
"Kamu (bapa) kata hendak jaga anak-anak kamu yang masih kecil? Sepatutnya, kamu kena jaga dia (anak) dulu sebelum jaga anak-anak yang di bawahnya. Tapi kamu sudah gagal sebagai bapa untuk menjaga dia.
"Sebagai anak pula, kamu sepatutnya mengawal diri. Walaupun dia bapa kamu, kamu sepatutnya mengambil tindakan jika bapa kamu melakukan perlakuan seperti itu misalnya dengan keluar dari rumah atau beritahu ibu kamu. Kamu juga telah gagal," katanya.
Pendakwaan dikendalikan oleh Pendakwa Syarie Kanan, Zaini Sulaiman.
Menurut fakta kes, bertindak atas maklumat awam, pihak penguat kuasa JHEAIK membuat pemeriksaan di sebuah rumah di Tumpat dan mendapati pintu rumah tertutup rapat dan berkunci.
Menurut fakta, pintu rumah itu kemudiannya dibuka oleh seorang lelaki.
Penguasa kemudian menuju ke sebuah bilik dan mendapati di dalamnya terdapat seorang lelaki berseluar pendek serta berbaju dan seorang perempuan yang sedang tidur berseluar panjang dan berbaju.
Hasil soal siasat mendapati kedua-duanya ialah pasangan bapa dan anak perempuan.
Sementara itu, si anak yang merupakan anak kedua bapanya dengan isteri pertamanya berharap tidak dikenakan hukuman penjara kerana mahu menjaga dua anaknya.
Dia yang mendapat pendidikan sehingga tingkatan enam bawah memberitahu seorang lagi anaknya dipelihara oleh keluarga angkat
Woooooooooooooo memang der tulllllllllllllllll la..........aku ingat aku ja jahil....ada lg yg jahil n bodo piang ... ngan bapak sendiri leh jd...hadoiiiiiiiiiiiiiii apa nak jd ngan donia nie....makin dekat akhir zaman, makin mcm2 bita kuar....aku xkata aku pandai tp bab2 hukum hakam nie aku masih lg celik la....walaupun xterang mana. eeeeeeee xkan xdak sekelumit pun didikan agama....hadoiiiiiiiiiiiiiii....kata la kat umah mak xajaq kat sek xkan xajaq gak kottttttttttttttt kata bajar sampai tingkatan 6. Kita remind balik...hal2 mahram nie ek.....sedangkan bersentuhan antara laki dan pompuan yg xdak pertalian darah pun xleh...nie plak berzina.Baca entry yg aku cedok dr me Google kat bawah nie.
Mahram adalah orang perempuan atau laki-laki yang masih termasuk sanak saudara dekat karena keturunan, sesusuan, atau hubungan perkawinan sehingga tidak boleh menikah di antara keduanya. Penggunaan kata muhrim untuk mahram perlu dicermati.
Muhrim dalam bahasa Arab berarti orang yang sedang mengerjakan ihram (haji atau umrah). Tetapi bahasa Indonesia menggunakan kata muhrim dengan arti semakna dengan mahram (haram dinikahi). (KBBI, hal. 669 dan juga lihat hal.614)
Mahram Sebab Keturunan
Mahram sebab keturunan ada tujuh. Tidak ada perbedaan pendapat di antara para 'Ulama. Allah berfirman; "Diharamkan atas kamu untuk (mengawini) (1)ibu-ibumu; (2)anak-anakmu yang perempuan (3) saudara-sauda-ramu yang perempuan; (4) saudara-saudara ayahmu yang perempuan; (5)saudara-saudara ibumu yang perempuan; (6)anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; (7)anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan" (An Nisà'4/23)
Dari ayat ini Jumhùrul 'Ulàmà', Imam 'Abù Hanifah, Imam Màlik dan Imam Ahmad bin Hanbal memasukan anak dari perzinahan menjadi mahram, dengan berdalil pada keumuman firman Allàh "anak-anakmu yang perempuan" (An Nisà'4/23). Diriwayatkan dari Imam Asy Syàfi'iy, bahwa ia cenderung tidak menjadikan mahram (berati boleh dinikahi) anak hasil zina, sebab ia bukan anak yang sah (dari bapak pelaku) secara syari'at. Ia juga tidak termasuk dalam ayat:
"Allàh mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian warisan untuk)anak-anakmu. Yaitu: bagian anak lelaki sama dengan dua bagian orang anak perempuan" (An Nisà'/4:11).
Karena anak hasil zina tidak berhak menda-patkan warisan menurut 'ijma' maka ia juga tidak termasuk dalam ayat ini. (Al Hàfizh 'Imàduddin Ismà'il bin Katsir, Tafsirul Qurànil Azhim 1/510)
Mahram Sebab Susuan
Mahram sebab susuan ada tujuh. Sama seperti mahram sebab keturunan, tanpa pengecualian. Inilah pendapat yang dipilih setelah ditahqiq (ditelliti) oleh Al Hàfizh 'Imàduddin Ismà'il bin Katsir. (Tafsirul Qurànil Azhim 1/511). Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Darah susuan mengharamkan seperti apa yang diharamkan oleh darah keturunan" (HR. Al Bukhàri dan Muslim).
Al-Qur'àn menyebutkan secara khusus dua bagian mahram sebab susuan: "(1) Dan ibu-ibumu yang menyusui kamu; (2)dan saudara-saudara perem-puan sepersusuan" (An Nisà'/4:23).
Mahram Sebab perkawinan
Mahram sebab perkawinan ada tujuh.
"Dan ibu-ibu istrimu (mertua)" (An Nisà'/4:23)
"Dan istri-istri anak kandungmu (menantu)" (An Nisà'/4:23)
"Dan anak-anak istrimu yang dalam pemelihraanmu dari istri yang telah kamu campuri" (An Nisà'/4:23).
Menurut Jumh urul `Ulàmà' termasuk juga anak tiri yang tidak dalam pemeliharaannya. Anak tiri menjadi mahram jika ibunya telah dicampuri, tetapi jika belum dicampuri maka dibolehkan untuk menikahi anaknya. Sedangkan ibu dari seorang perempuan yang dinikahi menjadi mahram hanya sebab aqad nikah, walaupun si puteri belum dicampuri, kalau sudah aqad nikah maka si ibu haram dinikahi oleh yang menikahi puteri itu.
"Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu (ibu tiri)". (An Nisà'/4:22). Wanita yang dinikahi oleh ayah menjadi mahram bagi anak ayah dengan hanya aqad nikah, walaupun belum dicampuri oleh ayah, maka anak ayah tak boleh menikahinya.
"Dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara" (An Nisà'/4:23)
Rasulullàh Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang menghimpunkan dalam perkawinan antara perempuan dengan bibinya dari pihak ibu;
Dan menghimpunkan antara perempuan dengan bibinya dari pihak ayah. Nabi bersabda: "Tidak boleh perempuan dihimpun dalam perkawinan antara saudara perempuan dari ayah atau ibunya" (HR. Al Bukhàriy dan Muslim)
Jadi, keponakan (perempuan) tidak boleh dihimpun dengan bibinya dalam perkawinan, demikian pula bibi tidak boleh dihimpun dengan keponakan perempuan dalam perkawinan. Secara mudah, bibi dan keponakan perempuan tidak boleh saling jadi madu.
Larangan menghimpun antara perempuan dengan bibinya dari pihak ayah atau ibu berdasarkan hadits-hadits mutawàtirah dan 'ijmà`ul `ulàmà'. ( Muhammad bin Muhammad Asy Syaukàniy, Fathul Qadir 1/559).
Mahram disebabkan keturunan dan susuan bersifat abadi, selamanya, begitu pula sebab pernikahan. Kecuali, menghimpun dua perempuan bersaudara, menghimpun perempuan dengan bibinya, yaitu saudara perempuan dari pihak ayah atau ibu, itu bila yang satu meninggal lalu ganti nikah dengan yang lain, maka boleh, karena bukan menghimpun dalam keadaan sama-sama masih hidup. Dzun Nùrain, Utsmàn bin 'Affàn menikahi Ummu Kultsùm setelah Ruqayyah wafat, kedua-duanya adalah anak Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Zina dengan seorang perempuan semoga Allàh menjauhkan kita semua dari itu tidak menjadikan mahram anaknya ataupun ibunya. Zina tidak mengharamkan yang halal.
Wanita yang bersuami
Allàh mengharamkan mengawini wanita yang masih bersuami."Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami" (An Nisà'/4:24). Perempuan-perempuan yang selain di atas adalah bukan mahram, halal dinikahkan. "Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari istri-istri dengan hartamu untuk dikawini bukan untk berzina" (An Nisà'/4:24). Wallàhu 'a`làm (Asri Ibnu Tsani)
No comments:
Post a Comment